Tubuhku mengejang dan batang batangku berkejut-kejut di lubang nikmat ibu mertuaku menyemburkan mani dalam jumlah sangat banyak. Di saat b...
Tubuhku mengejang dan
batang batangku berkejut-kejut di lubang nikmat ibu mertuaku menyemburkan mani
dalam jumlah sangat banyak. Di saat bersamaan, nampaknya ibu mertuaku juga
kembali mendapatkan orgasmenya yang ketiga sampai akhirnya kami sama-sama
terkapar.
Sejak itu, aku dan ibu
mertuaku selalu mengulang permainan panas yang memabukkan. Aku tak lagi harus
menahan derita pusing kepala karena Neni tak mau memberi jatah layanan
ranjangnya. Dan ibu mertuaku, nampaknya juga sangat menikmati. Layaknya suami
istri, kadang bahkan ibu mertuaku yang meminta.
"Punya kamu marem
banget sih Hen, jadi ibu suka ketagihan," ujarnya memberi alasan.
Tetapi ia tetap
berusaha keras untuk selalu bersikap wajar di hadapan Neni hingga perbuatan
kami lancar-lancar saja dari waktu ke waktu.
Seperti malam itu, aku
harus lembur sampai malam dengan komputerku. Karena besok sejumlah laporan
harus sudah tersaji di meja pimpinan. Namun baru saja aku mau mulai
menyelesaikan berkas terakhir yang harus kukerjakan, pintu kamar tamu tempatku
bekerja kudengar dibuka. Ibu mertuaku masuk, membawa segelas besar kopi panas
dan pisang keju kegemaranku.
"Masih banyak
lemburannya Hen, itu kopinya diminum dulu biar seger," ujar ibu mertuaku
sambil memijat pundakku dari belakang.
Sikapnya yang lembut
dan penuh perhatian layaknya istri yang berbakti kepada suami membuatku senang
bermanja padanya. Sambil menyandarkan tubuh kunikmati pijatan tangannya yang
lembut.
"Eehh kok malah
kesenengan, nanti ketiduran. Itu kopinya diminum dan lanjutin kerjanya, nanti
nggak selesai. Ibu mau lihat Lani di kamar," ujarnya lagi ketika melihatku
terkantuk-kantuk karena pijatannya.
Namun sebelum ia
keluar kamar aku sempat meraih tangannya. Kutarik dan kupaksa duduk di
pangkuanku. Kupagut bibirnya dan tanganku langsung meliar ke bagian tubuhnya
yang paling kusuka. Dibalik dasternya, mertuaku ternyata tidak memakai BH
maupun celana dalam. Kuremas pelan buah dadanya dan kupilin-pilin putingnya.
Sementara telapak tanganku yang lain telah berhasil menelusup ke
selangkangannya dan menemukan kemaluannya yang tidak terbungkus CD.
"Ibu sudah
kepingin ya. Kok nggak pakai BH dan CD?" ujarku berbisik di telinganya.
Jari tengah tanganku
telah berhasil masuk ke lubang vaginanya. Terasa hangat dan basah. Ia
menggelinjang dan kurasakan jemari tangannya telah mencengkeram penisku yang
mulai bangkit. Aku memang hanya bersarung dan juga tidak pakai CD.
"Tapi kamu kan
lagi kerja Hen," ia menjawab lirih sambil mendesah.
Besar juga nafsu ibu
mertuaku ini, pikirku dalam hati.
"Sudah hampir
rampung kok Bu. Biar pagi-pagi sebelum berangkat saya selesaikan," kataku.
Nafsu ibu mertuaku
memang benar-benar besar. Tak kusangka wanita seusia dirinya masih memiliki
gairah yang cukup tinggi. Terbukti, setelah melepas daster yang dikenakan ia
langsung memerosotkan kain sarung yang kukenakan. Rudalku yang telah tegak
mengacung dijadikan sasaran. Wanita yang kini bertelanjang bulat itu, sambil
berjongkok mulai mengelus dan mengocok pelan penisku.
"Punya kamu besar
banget dan kekar Hen. Ibu benar-benar ketagihan," katanya sambil mengagumi
kejantananku yang notabene adalah menantunya.
Tak puas hanya meremas
dan mengocok, ia mulai melumat batang penisku dengan mulutnya. Disapu-sapunya
sesaat kepala penisku dengan lidahnya, lalu dikulumnya dengan nikmat tongkat
komandoku itu. Luar biasa nikmat kuluman ibu mertuaku terlebih ketika ia mulai
menghisap-hisapnya. Aku menggelinjang menahan gairah dan kenikmatan yang
diberikan.
"Aakkhh.. Enak
banget Bu. Oohh.. Ya.. Ya terus ahh terus.. Terus hisaapp aahh," rintihku
sambil memegangi dan meremas rambut kepala ibu mertuaku.
Aksi mulut ibu
mertuaku di selangkanganku semakin menjadi. Setelah melepaskan kulumannya pada
batang penisku, ia mengalihkan sasarannya di kantong kemenyan batangku.
Biji-biji pelirku dicerucupinya dengan lahap. Bahkan, tanpa sungkan, lubang
anusku ikut dijilatinya sekalian. Aku jadi kelabakan menahan nikmat tak
terkira. Terlebih ketika ujung lidahnya seperti hendak menyodok menerobos masuk
ke lubang duburku. Pertanahanku nyaris jebol kalau saja tak segera kuhentikan
aksinya itu.
Kami berganti posisi,
kuminta ia duduk mengangkang di kursi yang tadi kududuki. Kemaluan ibu mertuaku
nampak besar dan cembung. Kelimis tanpa rambut, nampaknya baru habis dicukur.
Bibir kemaluannya yang tebal coklat kehitaman nampak berkerut-kerut. Mungkin
begitulah kalau rawanya sudah sering
dipakai. Namun tidak menghalangi gairahku untuk segera melahapnya. Mulutku langsung
menciumi dan mencerucupinya. Dan kugunakan lidahku untuk menyapu dan
menjilatnya.
Ia menggelinjang,
menahan nikmat akibat sentuhan mulut dan lidahku di liang sanggamanya. Lubang rawa
ibu mertuaku tambah basah akibat bercampur dengan ludah yang keluar dari
mulutku. Sesekali kelentitnya kujepit dengan dua bibirku dan kutarik-tarik.
Lalu kuhisap dan kusedot.
"Aauuww.. Hen,
kamu apakan ibu? Ahh.. Enak banget Hen. Ibu nggak pernah merasakan yang seperti
ini sayang. Ya.. Ya.. Terus.. Terus hisap dan jilat sayang. Ibu bisa gila
Hen.... Ya.. Ya.. Aahh.. Sshh aahh..... Nikkhhmmaatt," rintih ibu
mertuaku.
Reaksinya makin
menjadi ketika lubang duburnya yang kujadikan sasaran jilatan lidahku. Ia
menggelepar seperti cacing kepanasan dan mulutnya menceracau tak karuan.
"Oohh..,.. Ibu
enak banget Hen, teruss.. Eenaakk.. Sshh. Terus jilat sayang..,.. Ya.. Ya..,
terus jliat. Enakk sayang..,. Aahh.. Enak banget," ia merintih sambil
menjambaki rambutku.
Aku takut suara ibu
sampai membangunkan Neni di kamarnya. Maka untuk mengurangi suara berisiknya,
kusodorkan jari telunjuk tangan kananku ke mulutnya agar ia menghisapnya.
Sesaat upayaku
berhasil, setelah mulutnya tersumpal jari telunjukku. Mulutnya tidak lagi
menceracau dan mendesis-desis seperti ular cari mangsa yang bisa membangunkan
Neni. Bahkan ia mulai menghisap-hisap jariku yang membuatku semakin menikmati
acara pemanasan itu. Tetapi ketika ujung lidahku mulai mencucuk lubang
duburnya, reaksinya kembali menggila. Ia mengerang tertahan dengan suara yang
cukup keras.
"Aakkhh..,..
Enaak bangeett Hen! Aakkhh, sshh ibu nggaak kuat..,.. Nggaakk kuat dan mau
keluar Hen," rintihnya makin menjadi.
Aku tahu, itu pertanda
ia tak dapat lagi membendung gairahnya. Tak ingin menyiksanya terlalu lama,
segera kuhentikan jilatan lidahku di lubang anusnya. Lagian aku juga sudah
ingin menikmati kelegitan vaginanya. Maka penisku yang telah tegak mengacung
langsung kuarahkan ke kemaluan mertuaku. Kepala penisku yang membonggol besar
kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya dan lalu kutekan. Bblleess.., sekali
dorong langsung amblas tertelan di lubang nikmat itu.
Posisiku yang berdiri
sementara ibu mertuaku duduk mengangkang di kursi sangat memungkinkanku untuk
melakukan berbagai manuver. Maka dengan semangat 45 segera saja kugenjot tubuh
mertuaku. Batang penisku langsung menyodok-nyodok, keluar masuk di dalam liang
sanggamanya.
Sebagian bibir dalam
vagina ibu mertuaku seperti ikut tertarik keluar bersama penisku dan kembali
masuk ke dalam saat aku mendorongnya. Mungkin karena ukuran batangku yang
kelewat besar atau karena bibir bagian dalam vagina ibu mertuaku yang telah
menggelambir. Namun terus terang vagina ibu mertuaku lebih enak dibanding milik
Neni, anaknya yang juga istriku.
"Batangmu gede
banget Hen..,. Aahh.. Sshh.. Oouukkhh.. Punya ibu seperti mau jebol. Tapi
bener-benar enak sayaang..,.. Aakkhh terus sayang.. Enak banget," mulutnya
kembali menceracau.
"Saya juga suka sama rawa ibu. Sshh.., aakkhh.. Tebal, keset dan legit.
Saya suka banget ngentot sama ibu," ujarku tak mau kalah.
"Jadi meskipun Neni nggak mau melayani kamu nggak akan cari wanita lain
kan?" Katanya lagi.
"Pasti Bu, kan sudah ada ibu! Kalau ibu mau terus melayani, saya akan
terus sayang sama Neni dan ibu,"
"Tentu sayang, tentu. Ibu suka banget dientotin sama kamu Hen. Aahh..,.
Aahh.. Sshh.. Ookkhh.. Enak bangat. Aahh.. Aahh.. Sshh.. Sshh.. Ibu mau keluar
sayang.. Ya.. Ya terus sayang," mata ibu mertuaku kulihat mebeliak-beliak
dan mulutnya makin mendesis.
Aku jadi kian semangat
melihat ia telah hampir menggapai puncak kenikmatannya. Sodokan penisku di
lubang rawanya semakin kupercepat sambil tanganku meremas gemas buah dadanya
yang terguncang-guncang.
Akhirnya, seiring
dengan puncak kenikmatan yang kudapat, kurasakan tubuh ibu mertuaku mengejang.
Lalu rawanya terasa mengempot dan menyedot penisku.
"Ibu keluar..
Hen.. Aahh.. Aahh ibu keluar sshh.. Aahh enak banget sayang.. Enaakk..
Banget," rintihan ibu mertuaku meninggi karena telah didapat orgasmenya.
Akupun tak mau kalah,
penisku berkedut-kedut di lubang nikmat ibu mertuaku. Pertahananku ambrol
setelah maniku menyembur di rawa ibu.
"Saya juga
keluaarrhh Bu.., aahh.. Sshh..,.. Ssh ayo jepit Bu terus jepit dengan rawa ibu,
aahh enakk banget.. Sshh.. Aahh.. Aakkhh."
Suasana hening sesaat.
Karena kecapaian akhirnya kami pulas tertidur sambil berpelukan. Entah sampai
kapan hubungan sumbang kami ini akan berakhir.
No comments